Berjuta Rasanya
"Apakah wajah itu penting saat kau jatuh cinta? Bukankah banyak yang bilang, karakter nomor satu, fisik nomor dua?"
---Berjuta Rasanya (hal.4)
"Seseorang yang mencintaimu karena fisik, maka suatu hari ia juga akan pergi karena alasan fisik tersebut. Seseorang yang menyukaimu karena materi, maka suatu hari ia juga akan pergi karena materi. Tetapi seseorang yang mencintaimu karena hati, maka ia tidak akan pernah pergi! Karena hati tidak pernah mengajarkan tentang ukuran relatif lebih baik atau lebih buruk."
---Berjuta Rasanya (hal.26)
---Berjuta Rasanya (hal.26)
"Ajarkan aku untuk selalu memiliki hati yang cantik. Tidak peduli meski orang-orang tidak pernah sekali pun menyadari kecantikan hati tersebut."
---Berjuta Rasanya (hal.26)
---Berjuta Rasanya (hal.26)
"Orang-orang yang jatuh cinta terkadang terbelenggu oleh ilusi yang diciptakan oleh hatinya sendiri. Ia tak kuasa lagi membedakan mana yang benar-benar nyata, mana yang hasil kreasi hatinya yang sedang memendam rindu. Kejadian-kejadian kecil, cukup sudah untuk membuatnya senang. Merasa seolah-olah itu kabar baik. Padahal, saat ia tahu kalau itu hanya bualan perasaannya, maka saat itulah hatinya akan hancur berkeping-keping. Patah hati! Menuduh seseorang itu mempermainkan dirinya. Lah, siapa yang mempermainkan siapa, coba?"
---Berjuta Rasanya (hal.28)
"Dengan semua kenangan itu, bukan keputusan mudah untuk kembali. Seperti menoreh kembali luka yang sudah mengering. Menyakitkan."
---Berjuta Rasanya (hal.133)
---Berjuta Rasanya (hal.133)
"Aku akan menjemput janji cintaku, tidak ada janji kehidupan yang lebih hebat dari itu, bukan?"
---Berjuta Rasanya (hal.136)
---Berjuta Rasanya (hal.136)
"Tentu saja tidak setiap hari janji kebahagiaan itu akan datang dalam kehidupan cinta. Ada kalanya masa getir tiba. Dan saat itu benar-benar terjadi, tiba waktunya untuk menunjukkan betapa besar cinta itu. Bukan sekadar omong-kosong."
---Berjuta Rasanya (hal.138)
---Berjuta Rasanya (hal.138)
"Se-sejati apa pun cinta mereka, pastilah mengenal perpisahan."
---Berjuta Rasanya (hal.139)
---Berjuta Rasanya (hal.139)
"Apakah cinta sejati itu? Apakah ia sebentuk perasaan yang tidak bisa dibagi lagi? Apakah ia sejenis kata akhir sebuah perasaan? Tidak akan bercabang? Tidak akan membelah diri lagi? Titik? Penghabisan? Bukankah lazim seseorang jatuh cinta lagi padahal sebelumnya sudah berjuta kali bilang ke pasangan-pasangan lamanya, 'Ia adalah cinta sejatiku!'"
---Berjuta Rasanya (hal.141)
---Berjuta Rasanya (hal.141)
"Aku tidak ingin cintanya kembali karena dia merasa berhutang budi."
---Berjuta Rasanya (hal.145)
---Berjuta Rasanya (hal.145)
"Dalam urusan cinta, mereka yang dibutakan oleh duniawi tidak akan pernah mengerti hakikat cinta sejati."
---Berjuta Rasanya (hal.146)
---Berjuta Rasanya (hal.146)
"Apakah itu cinta kalau kau setiap saat bisa jatuh cinta lagi dengan gadis lain? Dengan pemuda lain?"
---Berjuta Rasanya (hal.148)
---Berjuta Rasanya (hal.148)
"Percayalah, hal yang paling menyakitkan di dunia bukan saat kita lagi sedih banget tapi nggak ada satu pun teman untuk berbagi. Hal yang paling menyakitkan adalah saat kita lagi happy banget tapi justru nggak ada satu pun teman untuk membagi kebahagiaan tersebut. Tapi ada yang lebih celaka lagi, yaitu ketika kita justru senang banget pas lihat teman susah, dan sebaliknya terasa susah banget di hati pas lihat teman lagi senang."
---Berjuta Rasanya (hal.156)
---Berjuta Rasanya (hal.156)
"Cinta itu seperti burung, ia akan membawamu terbang ke mana saja. Membuatmu bisa memandang seluruh isi dunia dengan suka cita, bahkan, terkadang kau merasa seluruh dunia ini hanya milikmu seorang."
---Berjuta Rasanya (hal.181)
---Berjuta Rasanya (hal.181)
"Cinta itu menyenangkan seperti musik, tetapi cinta sejati akan membuatmu selalu tetap menari meskipun musiknya telah lama berhenti."
---Berjuta Rasanya (hal.182)
---Berjuta Rasanya (hal.182)
"Cinta sejati seperti hantu. Semua orang membicarakannya, tetapi sedikit sekali yang benar-benar pernah melihatnya."
---Berjuta Rasanya (hal.182)
---Berjuta Rasanya (hal.182)
"Cinta sejati memang seperti air sungai, sejuk menyenangkan, dan terus mengalir. Mengalir terus ke hilir tidak pernah berhenti. Semakin lama semakin besar karena semakin lama semakin banyak anak sungai yang bertemu. Begitu juga cinta, semakin lama mengalir semakin besar batang perasaannya."
---Berjuta Rasanya (hal.183)
---Berjuta Rasanya (hal.183)
"Cinta sejati adalah perjalanan. Cinta sejati tak pernah memiliki tujuan."
---Berjuta Rasanya (hal.183)
---Berjuta Rasanya (hal.183)
"Kau selalu bisa memberi tanpa sedikit pun memiliki perasaan cinta, tetapi kau takkan pernah bisa mencintai tanpa selalu memberi."
---Berjuta Rasanya (hal.183)
---Berjuta Rasanya (hal.183)
"Cinta sejati datang begitu saja, tanpa satu alasan pun yang jelas."
---Berjuta Rasanya (hal.183)
---Berjuta Rasanya (hal.183)
"Cinta sejati selalu datang pada saat yang tepat, waktu yang tepat, dan tempat yang tepat. Ia tidak pernah tersesat. Cinta sejati selalu datang pada orang-orang yang berharap berjumpa padanya dan tak pernah berputus asa."
---Berjuta Rasanya (hal.184)
---Berjuta Rasanya (hal.184)
"Kelak saat kau dewasa, kau akan melihat banyak sekali orang-orang yang begitu saja jatuh cinta. Bagi mereka, cinta seperti memungut bebatuan di pinggir sungai. Banyak bertebaran. Bosan bisa dilemparkan jauh-jauh. Kurang, tinggal masukkan batu yang lain ke dalam kantong lainnya. Apakah perangai seperti itu disebut cinta? Tentu saja bagi mereka juga cinta. Tetapi ingatlah selalu, cinta sejati tak sesederhana bebatuan."
---Berjuta Rasanya (hal.184)
---Berjuta Rasanya (hal.184)
"Suatu saat jika kau beruntung menemukan cinta sejatimu. Ketika kalian saling bertatap untuk pertama kalinya, waktu akan berhenti. Seluruh semesta alam takzim menyampaikan salam. Ada cahaya keindahan yang menyemburat, menggetarkan jantung. Hanya orang-orang beruntung yang bisa melihat cahaya itu, apalagi berkesempatan bisa merasakannya."
---Berjuta Rasanya (hal.184)
---Berjuta Rasanya (hal.184)
"Kalian sama sekali tidak memerlukan mata untuk memandang cinta sejatimu. Tidak memerlukan kelopak mata untuk mengenalinya. Ia selalu datang, tak pernah tersesat."
---Berjuta Rasanya (hal.190)
---Berjuta Rasanya (hal.190)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar